Rabu, 04 Desember 2013

Bangsaaat !!



 [tulisan ini aku buat kalo ga salah sekitar 5 tahun yang lalu, ]

 
Bangsat!! Betapa busuknya jiwaku akhir-akhir ini, nafsu yang tak terkendali, pikiran yang selalu ingin menangnya sendiri tak pernah peduli pada orang lain, diri sendiri bahkan tak peduli dengan Tuhanku, gilak…
Sudah sebegitu parahkah diriku ini? Beberapa bulan terakhir imanku yang memang belum kuat ini semakin terinjak-injak, teraniaya dengan keadaan otak dan perasaanku, aku gak tau kenapa aku menjadi orang yang tak pernah konsisten menjaga iman, bahkan lebih parahnya untuk mendengar kalimat-kalimat Tuhan pun aku enggan, melihat tulisan-tulisan yang ada namaNya aku seakan males, aku menyadari bahwa aku bukan benci, males ataupun enggan tapi leebih kepada rasa malu dan takut yang berleebihan kepadaNya, berulang kali aku menyatakan ingin mati seakan aku ini lebih hebat daripada Tuhan sehingga bisa memanipulasi takdir yang telah digariskan olehNya. Beribadah, menyembah bahkan mengucapkan namaNya aku selalu tak pernah serius, dengan gamang seakan Dia yang butuh doaku, pujianku, ibadahku, ya ampun… betapa bodohnya aku ini, hanya karena perasaan yang tak bisa terkontrol aku menjadi mahluk pendosa yang seakan berani menantang Tuhannya, ya ALLAH, ampunilah hambamu yang hina ini, tunjukilah diri ini jalan yang lurus dan istiqomahkanlah aku didalamnya,.{ QS.Shaad<38>: 75 }
                Dulu, sempat aku benar-benar menyepelekan segala perintah-perintah dan larangannya, aku mabok, aku ngedrugs, aku hampir membunuh orang, tak pernah sembahyang bahkan aku mengidolakan simbol-simbol setan dan dewa-dewa kaum kafir atas nama musiklah, idealismelah, memang aku dulu blackmetal kelas berat dan juga bisa disebut berandalan , tapi walo begitu, aku sama sekali tidak suka bahkan bisa dibilang membenci yang namanya zina dan judi, dari mo 5, hanya 2 itu yang aku hindari.
                Idealisme, ya, memang diriku terlalu idealis untuk ukuran anak muda, aku terlalu memegang erat prinsipku dan bisa dibilang aku asosial karena tak pernah mau mengikuti mainstream, aku juga egois dalam artian tak mau mengalah demi idealismeku, dan karena aku yang terlalu memegang prinsip itu aku juga terpuruk dalam kesendirian yang begitu lama, dan oleh sebab itu juga aku sering berkeluh kesah, caraku berkeluh kesah adalah menyalahkan diri sendiri dan selalu ingin mati, kalo dulu memang keluh kesahku ya lewat mabok,. “ I hate my self and want to die”, itu salah satu ungkapan yang sering aku katakan kepada diriku sering aku tuliskan pada bukuku, dan setiap ada teman yang bertanya apapun juga, aku selalu menjawab akan matilah, pengen matilah. Lihat betapa sombongnya aku ini yang berani menantang maut, entah sombong atao tolol, sepertinya aku termasuk yang no 2 deh (TOLOL !!)..
                Aku benar-benar bajingan hina yang membusuk, aku tak pernah menyadari kuasaNya, entah kapan terakhir kali aku bersyukur kepadaNya secara ikhlas, ya Tuhanku, aku ini begitu hina, begitu menjijikkan, aku yakin kau akan mengampuniku tapi aku tdak yakin aku tidak akan mengulangi kesalahanku, ya ALLAH,.

Untuk tak mau mengalah demi idealis panggil aku egois
Karena keacuhanku panggil aku Apatis
Individualis
Dengan aku tak suka bergaul anggaplah aku Asosial
pesimis
Semeru, aku gak akan pernah mengikat atau terikat dalam suatu hubungan sebelum kakiku ini menginjakkan tapaknya di tanah semeru, aku juga pernah bilang kalo aku pengen mati di gunung itu, dan aku juga kepikiran kalo seumpama aku masih diberi kesempatan memiliki anak, ari-ari anakku akan aku tanam, aku kuburkan di puncak mahameru. Entah kenapa aku seakan terlalu berambisi untuk bersetubuh dengan gunung itu.

Belum ada JuduL

Sudah berapa kali aku menginjakkan kaki di ketinggian?  Tapi masih saja aku merasa takjub setiap kali aku bisa menikmati terbit dan tenggelamnya sang mentari, masih saja merasa kagum dengan hijaunya dan rimbunnya hutan, tetap saja heran betapa luas . banyak yang bertanya gimana pemandangannya dari atas sana? Aku hanya bisa menjawab,” hanya penyair yang bisa mengungkapkannya” sungguh keindahan-keindahan yang telah disajikan aLam sampai-sampai





pernah kita sama-sama susah, terjerumus di dingin malam
Terjerumus dalam lubang jalanan, digilas kaki sang waktu yang sombong
Terjerat, mimpi yang indah.. lelap
Pernah kita sama-sama rasakan
Panasnya mentari hanguskan hati
Sampai saat kita nyaris tak percaya
Bahwa roda nasib memang berputar
Sahabat masih ingatkah… kau
Cukup lama aku jalan sendiri
Tanpa teman yang sanggup mengerti
Sobat…

(“belum ada judul”  iwan fals)

Aku rindu saat-saat dimana aku dan kawan-kawanku menikmati lezatnya kopi hitam pekat yang mengepul panas bersama kabut dingin yang datang untuk menyapa kami dari balik rerimbunan pohon di samping tenda, seakan-akan sebagai uacapan selamat datang di tanah ketinggian.
Aku rindu saat-saat aku dan teman-temanku bisa bisa tertawa bersama , menertawai kebodohan-kebodohan kami sendiri, saat-saat dimana kami saling beretorika dalam berbicara, saat-saat dimana bahasa melankolis atao filosofis terlontar dari mulut kami yang biasa nyampah,  juga saat kami saling bercerita tentang semua keluh kesah bahagia bersama di depan api unggun yang menyala.
Aku rindu saat-saat dimana angin bertiup pelan, mengusap peluh keringat ditubuhku,  saat serangga bersahutan, ketika mendengar merdunya suara burung yang bernyanyi sampai meresap ke hati , waktu diberi keteduhan oleh rindang pohon yang sejukkan diri dari panasnya mentari, hangatnya sapaan halus sang surya ketika dingin menerpa, segarnya setitik embun dikala dahaga, sungguh tak ada kata selain syukur walhamdulillah yang bisa mewakilkannya.
 Aku merasakan rindu saat-saat dimana aku dan sobat-sobatku berbagi tugas, saat memasak bersama dan menikmati masakan alam yang sederhana, makan secara bergantian hanya untuk membunuh rasa lapar dan dahaga serta pengganti tenaga dan penguat rasa kekeluargaan.
Aku juga rindu saat-saat dimana aku dan kawan-kawanku dibutakan oleh keadaan alam, disorientasi medan dan terpaksa minum dari embun di daun, endapan air di cekungan batu atao kayu , makan daun-daunan, mencuri sayuran dan buah-buahan dari ladang penduduk , saat berusaha  mencoba bertahan dari ganasnya alam liar.
Aku begitu rindu saat-saat dimana langkah kakiku dan sahabat-sahabatku berkejaran dengan desah deru nafas kami yang tersengal saat menahan lelah yang melanda, menahan dingin yang meraja tanpa sedikitpun terlihat rasa putus asa dan yang ada hanya semangat, tekad yang membaja.
Aku amat sangat rindu saat-saat dimana aku dan sodara-sodaraku bersama-sama menikmati kepulan asap putih lintingan tembakau yang menyembul dari ujung mulut kami untuk sekedar menghangatkan tenggorokan dan dada saat dimana kami dipaksa sekedar merebah untuk melepas lelah yang parah.
Aku merindukan saat-saat dimana aku dan sahabat-sahabatku tidur di kamar aLam yang betembokkan pohon-pohon besar,  beralaskan rumput –rumput liar, berselimutkan kabut dingin, beratapkan taburan bintang-bintang yang tumpah ruah seakan memberi kehidupan di langit malam, dan dinina bobokan oleh siulan angin yang menyentuh dahan dan ranting pohon yang membuat suasana menjadi syahdu, (atao horor??)
Aku masih saja merasa rindu saat-saat dimana kami berada di puncak ketinggian, mengagumi keindahan ayat-ayat Tuhan, memandang lepas tanpa batas ke ujung cakrawala, seakan yang kami lihat hanya fatamorgana belaka, saat-saat dimana kami menyadari bahwa kami ini begitu kecil dibanding kebesaranNya, saat-saat sirnanya kesombongan karena menyadari begitu hebatnya sang Maha Pencipta, juga saat-saat bersama mencoba benar-benar mencintai aLam bukan hanya sekedar jadi penikmatnya, berusaha menjadi berguna bukan hanya pengguna.
Aku bahkan rindu saat-saat dimana aku dan kawan-kawanku di basahi oleh hujan badai, menggigil karena menahan dingin, bermandikan peluh karena panasnya mentari, bertubuhkan kotoran dari tanah basah, berdarah karena luka, tterlempar saat badai, malah dengan  penuh rasa pede dan sombongnya kami  berjalan di keramaian kota dengan sepatu, baju dan tas besar yang menggantung di punggung kami yang  lusuh, kotor penuh lumpur dan tapi kami merasa keren dengan keadaan itu.
Aku benar-benar merindukan saat-saat dimana kebersamaan menjadi raja diantara kami, saat-saat dimana dirasa tak hanya ada kawan, tak lagi cuma teman apalagi jadi lawan dan yang ada hanya keluarga, yang ada hanya sodara, saling terjaga dan menjaga, saat bersama-sama menantang dunia.
Pernah ada seorang bijak yang berkata kepadaku, “ Langkah kaki petualang sejati hanya akan terhenti dikala mati”

PERCAYALAH  “AKU JAMIN INI UNTUK SELAMANYA,, GAK ADA KATA PERCERAIAN DALAM PERTEMANAN!!”
YAKINLAH  “ KALO KITA SALING PERCAYA, GAK PERLU HARTA GAK PENTING KUASA, BERJALANLAH HANYA DENGAN RASA, MELANGKAHLAH HANYA DENGAN CINTA”
INGATLAH  “ KALO KAMU SUNGGUH-SUNGGUH  MENGINGINKAN SESUATU, MAKA SELURUH ALAM RAYA AKAN  BERSATU MEMBANTUMU”
Just PLUR  [Piss, Love, Unity, Respect] to all of you guy’s..

                                                                           Aku,, yang sedang begitu merindukan keluarga aLamku…..

[sok] Pecinta ALam




Petualangan memang tak akan pernah membosankan, dari dulu sampai sekarang manusia bertahan karena berpetualang, selalu mencari hal yang baru, bermanfaat dan  bermutu. Banyak “orang-orang awam”  yang selalu tanpa lelah dan bosan bertanya, “ apa sih enaknya naek gunung?, apa sih yang dicari disana?buang-buang tenaga saja” sungguh, aku benar-benar sudah bosan dengan pertanyaan yang gak masuk akal dan tolol itu(menurutku), memang dulu awal-awalnya selalu aku jawab dengan penuh kebanggaan dan kengototan, tapi lama-lama aku sadar(ato bosan? ), sama aja aku jawab kalo pendapat orang itu tetap sama dengan yang diatas tadi, pertanyaan-pertanyaan tadi lalu aku jawab dengan senyum, dengan diam dan kalopun aku jawab “yak karena ada gunung maka aku daki, kalian gak akan pernah tahu rasanya sensasi berpetualang di alam liar kalo gak merasakan sendiri”.
Banyak juga yang bilang kalo petualangan (mendaki gunung) itu dekat dengan maut, hobinya orang yang cari sensasi aja, ah.. menurutku gak juga, malah petualangan-petualangan yang aku lakukan adalah salah satu caraku untuk menghargai hidup, caraku untuk tetap atau bahkan memperkuat/memupuk semangat untuk bertahan hidup,  berusaha merasakan keindahan-keindahan dalam kesulitan. Ada yang bilang, “kalo ada 1 orang waras diantara 10 orang gila, maka 1 orang itu yang gila” kayaknya aku setuju dengan quote itu, terlalu banyak orang-orang yang sulit menghargai pilihan orang lain, terlalu banyak rasa ingin ikut campur dalam hidup orang lain dengan diatasnamakan sayanglah, perhatianlah, padahal yang tau apa yang terbaik buat diri kita ya kita sendiri, bukan orang lain. Tapi seperti orang prancis bilang, “ ces’t  le vie   inilah hidup, paling tidak hidup menurutku..
Dulu, waktu masih awal-awal naek gunung, hal yang aku cari cuman puncak dan puncak, hanya itu, tapi seiring sering dan bertambahnya jam terbang membuat aku merasa rugi kalo aku naek gunung hanya sekedar mengejar puncak. Setelah itu aku menjadi orang yang selalu mencoba menikmati setiap langkahku, setiap tarikan nafasku, aku memanjakan mata dan pikiran, jadi mendaki tidak lagi menjadi beban, puncak?? Ya memang jadi prioritas, tapi gak selalu, kondisional aja. Apapun kalo dinikmati tu rasanya gak berat.
Sayangnya, benar-benar sayangnya, akhir-akhir ini aku sering bertemu dengan orang yang mengaku “petualang(pendaki)” tapi memiliki  semacam kejanggalan dalam berpetualang, ada yang hanya menggunakan perlengkapan apa-adanya(waton munggah, ra jamin medun) ato monek (modal nekat), ada yang mendaki tapi cuma buat mabok atao malah merusak alam, ya itu memang kembali pada diri masing-masing ya, tapi secara pribadi aku tidak setuju dengan apa yang mereka lakukan, kecuali kalo memang didasari akan mencoba ilmu Survival atau IMPK, tapi apapun itu, petualangan harus didasari Safety First, kita tidak boleh menyepelekan alam, tolol kalo punya pikiran akan mampu mengalahkan alam, yang ada kita mati kalo ceroboh dan gak mencoba bersahabat dengan alam. Berbuat baiklah kepada alam, alam akan berbuat lebih baik lagi kepadamu.
Memang alam telah menyediakan apa yang kita butuhkan, tapi bukan berarti kita bisa meremehkan kekuatan aLam, sebenarnya juga ada beberapa temen petualang yang masih merasa kurang sreg dengan kemudahan-kemudahan yang diberikan alat, tapi ya memang alat itu dibuat untuk memberikan ekstra keamanan, kenyamanan dan mungkin keselamatan, kembali lagi kpada pribadi masing-masing, kalo aku sih kondisional aja.
Tentang mabok, dulu aku juga seperti itu, tapi sekarang aku rasa itu tolol, sayangnya lagi, aku sering ditipu teman-teman dari tim lain untuk minum atau nyoto, padahal aku kira itu halal, busyet!! Yok opo kon iku cak!!.  Minum alkohol memang bikin hangat, tapi itu cuma sebentaar banget, setelah itu pori-pori kita akan terbuka dan akhirnya rasa dingin lebih menggigit daripada gak minum, makanya jangan mabok kalo mao berpetualang, cuk!! marai sial tenan rek.. (pengalaman pribadi, tersesat berkali-kali di gunung karena mabok). Alhamdulillah dah lama aku jijik ma barang-barang kaya gitu.
*Berpetualang di alam bebas, mendaki dan mendaki, selalu ada sudut-sudut bumi  yang teramat sensual bagi orang-orang sepertiku dan teman-temanku yang katanya “anak aLam” dan menyebut diri pecinta aLam. Selalu ada kebanggaan, mengalahkan lelah dan ego diri. Itu bisa berupa puncak-puncak gunung yang menuding langit atau liang gua yang kelam, seperti ada mahluk yang menunggu kita disana. Atau tebing tegak lurus menawan seakan minta dijamah, jeram deras yang tak pernah bisa berkompromi. Atau angkasa yang tak bertepi? Samudera yang dalam?. Ah banyak sekali sudut-sudut dan bentang alam yang indah menawan, betapa beruntungnya manusia.
Selalu begitu, disetiap perjalanan, disetiap kelelahan jeda menuju klimaks, disitulah letak  rasa itu, rasa yang.. ah.., sulit disimpulkan, tak ada kata yang dapat mewakili perasaan itu. Hanya ada gairah aneh saat energi itu kemudian akan menyusut lagi ditelan rutinitas kehidupan. Begitu seterusnya, berulang-ulang. Foto-foto eksotis, cerita-cerita tentang heroisme, bahwa kita adalah manusia unik, berani, kuat perkasa dan tahu apa yang terbaik buat diri kita, berani menjadi beda. Pada saatnya nanti alam akan kembali memanggil, berbisik dan terus mengganggu. Dan kita datang lagi, mencumbuinya lagi, terpuaskan lagi, pulang lagi. Seperti candu yang tak pernah selesai. Seegois itukah aku? Sesederhana itukah hidup? Kalau hanya sesederhana itu, maka sebutan yang paling tepat adalah penikmat alam!” Bukan pecinta alam!”.
Aku berharap terlebih untuk diriku sendiri , teman-teman dan sodara-sodaraku yang sudah mengaku dan merasa telah menyandang predikat sbagai “pecinta alam” untuk benar-benar mencintai, bukan hanya sekedar menikmati, bisa berguna tak cuma jadi pengguna. Mari kita jaga, lindungi dan rawat alam yang sudah sekarat ini karena ini bukan warisan nenek moyang kita, alam ini adalah titipan anak cucu kita.


“berbagi waktu dengan alam, kau akan tahu siapa dirimu yang sebenarnya, hakikat manusia (gie)”
*butet manurung, sokola rimba.



ABSURDISSIMUM – VOILA un HOMME ! –

 Hidup sering kujadikan sederhana sebab aku tahu hidup tidak sesederhana yang aku kira. Aku mesti meraba dalam kerumitan, supaya terasa kesederhanaannya. Aku begitu mengagumi KETIDAKPASTIAN melalui permainan kesendirian. Belajarlah dari semesta, semesta tak pernah membentuk kerumunan. Lihatlah bulan, bintang, bumi dan matahari, mereka punya jarak sendiri, juga galaksi. Jarak yang menciptakan ruang. Ruang yang menciptakan kehidupan. Kehidupan yang menciptakan kemaknaan. Bulan tidak sama dengan bintang dan matahari juga jelas beda dari bumi. Kamu tahu, ruang menciptakan waktu. Waktu bukan garis lurus ato juga garis lengkung. Tapi waktu adalah garis lingkar berayun. Semesta diciptakan dari tiada, dan semesta akan berayun melingkar menuju titik awal. Titik dimana orang memulai pengertian. Ayunan terakhir membuat semesta menuju tiada kembali. Tapi aku akan berayun dari titik awal dimana pengertian dimulai. Aku ingin menemukan bumiku sendiri, bumi dimana bahasa tak perlu setia dengan tanda baca. Aku tak pernah bermaksud menjadi vis a vis atas kehidupan. 
 Aku hanya sosok-sosok yang serba kontra dalam menerjemahkan hidup yang dimaknai sebagian orang. Inilah kenikmatan yang terlanjur menjadi epistemic diri, kehadiran dalam wilayah noL. Sebut saja aku menyukai kegilaan dan menyimpan kekaguman yang begitu mendalam akan KEMATIAN . Jiwaku memang terusir tetapi jangan khawatir, aku hanyalah penyendiri, aku kaya dengan kesendirian dan bunga-bunga mimpi mengitari alam lembab yang ku bangun. Aku bebas memiliki diriku, tubuhku bukanlah jiwa masyarakat, bukan juga tubuh negara. tubuhku adalah sebuah daaerah yang tak berbatas. Sebuah hutan rimba yang penuh dengan binatang buas. tubuhku adalah rumah binatang, sekaligus rumah setan, manusia dan malaikat. Aku sendiri yang akan menentukan siapa ato apa saja yang boleh hidup dalam tubuh ini. Tetapi yang terutama yang boleh hidup dalam tubuhku adalah diriku sendiri dan kebebasanku sendiri. Termasuk kebebasan untuk bunuh diri. Kematian dan kehidupan hanya tertera dan terasa khidmatnya dalam rentang malam, orang bilang aku ini kosong, kadang tanpa pikiran dan tak jelas apa yang ingin disampaikan. Tetapi aku namai diri ini kosong dalam bahasa yang membunyi. MEMBACAKU seperti membaca BUNYI. Bagaimana membaca bunyi ? akupun tak tahu, sebab hanya bunyi yang berhasil membahasakan kekosongan dan sunyi. Sesungguhnya aku adalah manusia yang lahir dari kesendirian dan kesunyian. Sejak lama nyanyian sunyi aku mainkan sendiri, orang boleh marah, mencibir, menghujat dan mengumpat kekosonganku. Tetapi itu karena semua lahir dari pernyataan diri, caraku berkata jujur. 

 Kadang aku bicara tentang aku dan duniaku tapi juga sebenarnya aku bicara tentang mereka, kamu, kalian dan kita. Aku menyukai sepi daripada riuh… 

  “membuat dirimu dipahami adalah sulit, namun untuk ‘teman baik’ yang selalu merasa nyaman dan berpikir mereka harus begitu: akan cukup bijak jika kita memberi tempat yang luas dan taman bermain bagi kesalahpahaman, sehingga masih ada kesempatan untuk tertawa, ato bunuh saja mereka, teman-teman baik ini, lalu tertawa,juga !”(Nietzche, -beyond good and evil-1886)