Rabu, 04 Desember 2013

Belum ada JuduL

Sudah berapa kali aku menginjakkan kaki di ketinggian?  Tapi masih saja aku merasa takjub setiap kali aku bisa menikmati terbit dan tenggelamnya sang mentari, masih saja merasa kagum dengan hijaunya dan rimbunnya hutan, tetap saja heran betapa luas . banyak yang bertanya gimana pemandangannya dari atas sana? Aku hanya bisa menjawab,” hanya penyair yang bisa mengungkapkannya” sungguh keindahan-keindahan yang telah disajikan aLam sampai-sampai





pernah kita sama-sama susah, terjerumus di dingin malam
Terjerumus dalam lubang jalanan, digilas kaki sang waktu yang sombong
Terjerat, mimpi yang indah.. lelap
Pernah kita sama-sama rasakan
Panasnya mentari hanguskan hati
Sampai saat kita nyaris tak percaya
Bahwa roda nasib memang berputar
Sahabat masih ingatkah… kau
Cukup lama aku jalan sendiri
Tanpa teman yang sanggup mengerti
Sobat…

(“belum ada judul”  iwan fals)

Aku rindu saat-saat dimana aku dan kawan-kawanku menikmati lezatnya kopi hitam pekat yang mengepul panas bersama kabut dingin yang datang untuk menyapa kami dari balik rerimbunan pohon di samping tenda, seakan-akan sebagai uacapan selamat datang di tanah ketinggian.
Aku rindu saat-saat aku dan teman-temanku bisa bisa tertawa bersama , menertawai kebodohan-kebodohan kami sendiri, saat-saat dimana kami saling beretorika dalam berbicara, saat-saat dimana bahasa melankolis atao filosofis terlontar dari mulut kami yang biasa nyampah,  juga saat kami saling bercerita tentang semua keluh kesah bahagia bersama di depan api unggun yang menyala.
Aku rindu saat-saat dimana angin bertiup pelan, mengusap peluh keringat ditubuhku,  saat serangga bersahutan, ketika mendengar merdunya suara burung yang bernyanyi sampai meresap ke hati , waktu diberi keteduhan oleh rindang pohon yang sejukkan diri dari panasnya mentari, hangatnya sapaan halus sang surya ketika dingin menerpa, segarnya setitik embun dikala dahaga, sungguh tak ada kata selain syukur walhamdulillah yang bisa mewakilkannya.
 Aku merasakan rindu saat-saat dimana aku dan sobat-sobatku berbagi tugas, saat memasak bersama dan menikmati masakan alam yang sederhana, makan secara bergantian hanya untuk membunuh rasa lapar dan dahaga serta pengganti tenaga dan penguat rasa kekeluargaan.
Aku juga rindu saat-saat dimana aku dan kawan-kawanku dibutakan oleh keadaan alam, disorientasi medan dan terpaksa minum dari embun di daun, endapan air di cekungan batu atao kayu , makan daun-daunan, mencuri sayuran dan buah-buahan dari ladang penduduk , saat berusaha  mencoba bertahan dari ganasnya alam liar.
Aku begitu rindu saat-saat dimana langkah kakiku dan sahabat-sahabatku berkejaran dengan desah deru nafas kami yang tersengal saat menahan lelah yang melanda, menahan dingin yang meraja tanpa sedikitpun terlihat rasa putus asa dan yang ada hanya semangat, tekad yang membaja.
Aku amat sangat rindu saat-saat dimana aku dan sodara-sodaraku bersama-sama menikmati kepulan asap putih lintingan tembakau yang menyembul dari ujung mulut kami untuk sekedar menghangatkan tenggorokan dan dada saat dimana kami dipaksa sekedar merebah untuk melepas lelah yang parah.
Aku merindukan saat-saat dimana aku dan sahabat-sahabatku tidur di kamar aLam yang betembokkan pohon-pohon besar,  beralaskan rumput –rumput liar, berselimutkan kabut dingin, beratapkan taburan bintang-bintang yang tumpah ruah seakan memberi kehidupan di langit malam, dan dinina bobokan oleh siulan angin yang menyentuh dahan dan ranting pohon yang membuat suasana menjadi syahdu, (atao horor??)
Aku masih saja merasa rindu saat-saat dimana kami berada di puncak ketinggian, mengagumi keindahan ayat-ayat Tuhan, memandang lepas tanpa batas ke ujung cakrawala, seakan yang kami lihat hanya fatamorgana belaka, saat-saat dimana kami menyadari bahwa kami ini begitu kecil dibanding kebesaranNya, saat-saat sirnanya kesombongan karena menyadari begitu hebatnya sang Maha Pencipta, juga saat-saat bersama mencoba benar-benar mencintai aLam bukan hanya sekedar jadi penikmatnya, berusaha menjadi berguna bukan hanya pengguna.
Aku bahkan rindu saat-saat dimana aku dan kawan-kawanku di basahi oleh hujan badai, menggigil karena menahan dingin, bermandikan peluh karena panasnya mentari, bertubuhkan kotoran dari tanah basah, berdarah karena luka, tterlempar saat badai, malah dengan  penuh rasa pede dan sombongnya kami  berjalan di keramaian kota dengan sepatu, baju dan tas besar yang menggantung di punggung kami yang  lusuh, kotor penuh lumpur dan tapi kami merasa keren dengan keadaan itu.
Aku benar-benar merindukan saat-saat dimana kebersamaan menjadi raja diantara kami, saat-saat dimana dirasa tak hanya ada kawan, tak lagi cuma teman apalagi jadi lawan dan yang ada hanya keluarga, yang ada hanya sodara, saling terjaga dan menjaga, saat bersama-sama menantang dunia.
Pernah ada seorang bijak yang berkata kepadaku, “ Langkah kaki petualang sejati hanya akan terhenti dikala mati”

PERCAYALAH  “AKU JAMIN INI UNTUK SELAMANYA,, GAK ADA KATA PERCERAIAN DALAM PERTEMANAN!!”
YAKINLAH  “ KALO KITA SALING PERCAYA, GAK PERLU HARTA GAK PENTING KUASA, BERJALANLAH HANYA DENGAN RASA, MELANGKAHLAH HANYA DENGAN CINTA”
INGATLAH  “ KALO KAMU SUNGGUH-SUNGGUH  MENGINGINKAN SESUATU, MAKA SELURUH ALAM RAYA AKAN  BERSATU MEMBANTUMU”
Just PLUR  [Piss, Love, Unity, Respect] to all of you guy’s..

                                                                           Aku,, yang sedang begitu merindukan keluarga aLamku…..

Tidak ada komentar: