Sudah berapa
kali aku menginjakkan kaki di ketinggian?
Tapi masih saja aku merasa takjub setiap kali aku bisa menikmati terbit
dan tenggelamnya sang mentari, masih saja merasa kagum dengan hijaunya dan
rimbunnya hutan, tetap saja heran betapa luas . banyak yang bertanya gimana
pemandangannya dari atas sana? Aku hanya bisa menjawab,” hanya penyair yang
bisa mengungkapkannya” sungguh keindahan-keindahan yang telah disajikan aLam
sampai-sampai
pernah
kita sama-sama susah, terjerumus di dingin malam
Terjerumus
dalam lubang jalanan, digilas kaki sang waktu yang sombong
Terjerat,
mimpi yang indah.. lelap
Pernah
kita sama-sama rasakan
Panasnya
mentari hanguskan hati
Sampai
saat kita nyaris tak percaya
Bahwa
roda nasib memang berputar
Sahabat
masih ingatkah… kau
Cukup
lama aku jalan sendiri
Tanpa
teman yang sanggup mengerti
Sobat…
(“belum
ada judul” iwan fals)
Aku rindu
saat-saat dimana aku dan kawan-kawanku menikmati lezatnya kopi hitam pekat yang
mengepul panas bersama kabut dingin yang datang untuk menyapa kami dari balik
rerimbunan pohon di samping tenda, seakan-akan sebagai uacapan selamat datang
di tanah ketinggian.
Aku rindu
saat-saat aku dan teman-temanku bisa bisa tertawa bersama , menertawai
kebodohan-kebodohan kami sendiri, saat-saat dimana kami saling beretorika dalam
berbicara, saat-saat dimana bahasa melankolis atao filosofis terlontar dari
mulut kami yang biasa nyampah, juga saat
kami saling bercerita tentang semua keluh kesah bahagia bersama di depan api
unggun yang menyala.
Aku rindu
saat-saat dimana angin bertiup pelan, mengusap peluh keringat ditubuhku, saat serangga bersahutan, ketika mendengar
merdunya suara burung yang bernyanyi sampai meresap ke hati , waktu diberi
keteduhan oleh rindang pohon yang sejukkan diri dari panasnya mentari,
hangatnya sapaan halus sang surya ketika dingin menerpa, segarnya setitik embun
dikala dahaga, sungguh tak ada kata selain syukur walhamdulillah yang bisa
mewakilkannya.
Aku merasakan rindu saat-saat dimana aku dan
sobat-sobatku berbagi tugas, saat memasak bersama dan menikmati masakan alam
yang sederhana, makan secara bergantian hanya untuk membunuh rasa lapar dan
dahaga serta pengganti tenaga dan penguat rasa kekeluargaan.
Aku juga rindu
saat-saat dimana aku dan kawan-kawanku dibutakan oleh keadaan alam,
disorientasi medan dan terpaksa minum dari embun di daun, endapan air di
cekungan batu atao kayu , makan daun-daunan, mencuri sayuran dan buah-buahan
dari ladang penduduk , saat berusaha
mencoba bertahan dari ganasnya alam liar.
Aku begitu rindu
saat-saat dimana langkah kakiku dan sahabat-sahabatku berkejaran dengan desah
deru nafas kami yang tersengal saat menahan lelah yang melanda, menahan dingin
yang meraja tanpa sedikitpun terlihat rasa putus asa dan yang ada hanya
semangat, tekad yang membaja.
Aku amat sangat
rindu saat-saat dimana aku dan sodara-sodaraku bersama-sama menikmati kepulan
asap putih lintingan tembakau yang menyembul dari ujung mulut kami untuk
sekedar menghangatkan tenggorokan dan dada saat dimana kami dipaksa sekedar
merebah untuk melepas lelah yang parah.
Aku merindukan
saat-saat dimana aku dan sahabat-sahabatku tidur di kamar aLam yang betembokkan
pohon-pohon besar, beralaskan rumput
–rumput liar, berselimutkan kabut dingin, beratapkan taburan bintang-bintang
yang tumpah ruah seakan memberi kehidupan di langit malam, dan dinina bobokan oleh siulan angin yang
menyentuh dahan dan ranting pohon yang membuat suasana menjadi syahdu, (atao
horor??)
Aku masih saja
merasa rindu saat-saat dimana kami berada di puncak ketinggian, mengagumi
keindahan ayat-ayat Tuhan, memandang lepas tanpa batas ke ujung cakrawala,
seakan yang kami lihat hanya fatamorgana belaka, saat-saat dimana kami
menyadari bahwa kami ini begitu kecil dibanding kebesaranNya, saat-saat
sirnanya kesombongan karena menyadari begitu hebatnya sang Maha Pencipta, juga
saat-saat bersama mencoba benar-benar mencintai aLam bukan hanya sekedar jadi
penikmatnya, berusaha menjadi berguna bukan hanya pengguna.
Aku bahkan rindu
saat-saat dimana aku dan kawan-kawanku di basahi oleh hujan badai, menggigil
karena menahan dingin, bermandikan peluh karena panasnya mentari, bertubuhkan
kotoran dari tanah basah, berdarah karena luka, tterlempar saat badai, malah
dengan penuh rasa pede dan sombongnya
kami berjalan di keramaian kota dengan
sepatu, baju dan tas besar yang menggantung di punggung kami yang lusuh, kotor penuh lumpur dan tapi kami
merasa keren dengan keadaan itu.
Aku benar-benar
merindukan saat-saat dimana kebersamaan menjadi raja diantara kami, saat-saat
dimana dirasa tak hanya ada kawan, tak lagi cuma teman apalagi jadi lawan dan
yang ada hanya keluarga, yang ada hanya sodara, saling terjaga dan menjaga,
saat bersama-sama menantang dunia.
Pernah ada
seorang bijak yang berkata kepadaku, “ Langkah kaki petualang sejati hanya akan
terhenti dikala mati”
PERCAYALAH
“AKU JAMIN INI UNTUK SELAMANYA,, GAK ADA KATA PERCERAIAN DALAM
PERTEMANAN!!”
YAKINLAH “ KALO KITA SALING PERCAYA, GAK PERLU HARTA
GAK PENTING KUASA, BERJALANLAH HANYA DENGAN RASA, MELANGKAHLAH HANYA DENGAN
CINTA”
INGATLAH
“ KALO KAMU SUNGGUH-SUNGGUH
MENGINGINKAN SESUATU, MAKA SELURUH ALAM RAYA AKAN BERSATU MEMBANTUMU”
Just PLUR
[Piss, Love, Unity, Respect]
to all of you guy’s..
Aku,, yang sedang begitu merindukan keluarga aLamku…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar