Rabu, 04 Desember 2013

[sok] Pecinta ALam




Petualangan memang tak akan pernah membosankan, dari dulu sampai sekarang manusia bertahan karena berpetualang, selalu mencari hal yang baru, bermanfaat dan  bermutu. Banyak “orang-orang awam”  yang selalu tanpa lelah dan bosan bertanya, “ apa sih enaknya naek gunung?, apa sih yang dicari disana?buang-buang tenaga saja” sungguh, aku benar-benar sudah bosan dengan pertanyaan yang gak masuk akal dan tolol itu(menurutku), memang dulu awal-awalnya selalu aku jawab dengan penuh kebanggaan dan kengototan, tapi lama-lama aku sadar(ato bosan? ), sama aja aku jawab kalo pendapat orang itu tetap sama dengan yang diatas tadi, pertanyaan-pertanyaan tadi lalu aku jawab dengan senyum, dengan diam dan kalopun aku jawab “yak karena ada gunung maka aku daki, kalian gak akan pernah tahu rasanya sensasi berpetualang di alam liar kalo gak merasakan sendiri”.
Banyak juga yang bilang kalo petualangan (mendaki gunung) itu dekat dengan maut, hobinya orang yang cari sensasi aja, ah.. menurutku gak juga, malah petualangan-petualangan yang aku lakukan adalah salah satu caraku untuk menghargai hidup, caraku untuk tetap atau bahkan memperkuat/memupuk semangat untuk bertahan hidup,  berusaha merasakan keindahan-keindahan dalam kesulitan. Ada yang bilang, “kalo ada 1 orang waras diantara 10 orang gila, maka 1 orang itu yang gila” kayaknya aku setuju dengan quote itu, terlalu banyak orang-orang yang sulit menghargai pilihan orang lain, terlalu banyak rasa ingin ikut campur dalam hidup orang lain dengan diatasnamakan sayanglah, perhatianlah, padahal yang tau apa yang terbaik buat diri kita ya kita sendiri, bukan orang lain. Tapi seperti orang prancis bilang, “ ces’t  le vie   inilah hidup, paling tidak hidup menurutku..
Dulu, waktu masih awal-awal naek gunung, hal yang aku cari cuman puncak dan puncak, hanya itu, tapi seiring sering dan bertambahnya jam terbang membuat aku merasa rugi kalo aku naek gunung hanya sekedar mengejar puncak. Setelah itu aku menjadi orang yang selalu mencoba menikmati setiap langkahku, setiap tarikan nafasku, aku memanjakan mata dan pikiran, jadi mendaki tidak lagi menjadi beban, puncak?? Ya memang jadi prioritas, tapi gak selalu, kondisional aja. Apapun kalo dinikmati tu rasanya gak berat.
Sayangnya, benar-benar sayangnya, akhir-akhir ini aku sering bertemu dengan orang yang mengaku “petualang(pendaki)” tapi memiliki  semacam kejanggalan dalam berpetualang, ada yang hanya menggunakan perlengkapan apa-adanya(waton munggah, ra jamin medun) ato monek (modal nekat), ada yang mendaki tapi cuma buat mabok atao malah merusak alam, ya itu memang kembali pada diri masing-masing ya, tapi secara pribadi aku tidak setuju dengan apa yang mereka lakukan, kecuali kalo memang didasari akan mencoba ilmu Survival atau IMPK, tapi apapun itu, petualangan harus didasari Safety First, kita tidak boleh menyepelekan alam, tolol kalo punya pikiran akan mampu mengalahkan alam, yang ada kita mati kalo ceroboh dan gak mencoba bersahabat dengan alam. Berbuat baiklah kepada alam, alam akan berbuat lebih baik lagi kepadamu.
Memang alam telah menyediakan apa yang kita butuhkan, tapi bukan berarti kita bisa meremehkan kekuatan aLam, sebenarnya juga ada beberapa temen petualang yang masih merasa kurang sreg dengan kemudahan-kemudahan yang diberikan alat, tapi ya memang alat itu dibuat untuk memberikan ekstra keamanan, kenyamanan dan mungkin keselamatan, kembali lagi kpada pribadi masing-masing, kalo aku sih kondisional aja.
Tentang mabok, dulu aku juga seperti itu, tapi sekarang aku rasa itu tolol, sayangnya lagi, aku sering ditipu teman-teman dari tim lain untuk minum atau nyoto, padahal aku kira itu halal, busyet!! Yok opo kon iku cak!!.  Minum alkohol memang bikin hangat, tapi itu cuma sebentaar banget, setelah itu pori-pori kita akan terbuka dan akhirnya rasa dingin lebih menggigit daripada gak minum, makanya jangan mabok kalo mao berpetualang, cuk!! marai sial tenan rek.. (pengalaman pribadi, tersesat berkali-kali di gunung karena mabok). Alhamdulillah dah lama aku jijik ma barang-barang kaya gitu.
*Berpetualang di alam bebas, mendaki dan mendaki, selalu ada sudut-sudut bumi  yang teramat sensual bagi orang-orang sepertiku dan teman-temanku yang katanya “anak aLam” dan menyebut diri pecinta aLam. Selalu ada kebanggaan, mengalahkan lelah dan ego diri. Itu bisa berupa puncak-puncak gunung yang menuding langit atau liang gua yang kelam, seperti ada mahluk yang menunggu kita disana. Atau tebing tegak lurus menawan seakan minta dijamah, jeram deras yang tak pernah bisa berkompromi. Atau angkasa yang tak bertepi? Samudera yang dalam?. Ah banyak sekali sudut-sudut dan bentang alam yang indah menawan, betapa beruntungnya manusia.
Selalu begitu, disetiap perjalanan, disetiap kelelahan jeda menuju klimaks, disitulah letak  rasa itu, rasa yang.. ah.., sulit disimpulkan, tak ada kata yang dapat mewakili perasaan itu. Hanya ada gairah aneh saat energi itu kemudian akan menyusut lagi ditelan rutinitas kehidupan. Begitu seterusnya, berulang-ulang. Foto-foto eksotis, cerita-cerita tentang heroisme, bahwa kita adalah manusia unik, berani, kuat perkasa dan tahu apa yang terbaik buat diri kita, berani menjadi beda. Pada saatnya nanti alam akan kembali memanggil, berbisik dan terus mengganggu. Dan kita datang lagi, mencumbuinya lagi, terpuaskan lagi, pulang lagi. Seperti candu yang tak pernah selesai. Seegois itukah aku? Sesederhana itukah hidup? Kalau hanya sesederhana itu, maka sebutan yang paling tepat adalah penikmat alam!” Bukan pecinta alam!”.
Aku berharap terlebih untuk diriku sendiri , teman-teman dan sodara-sodaraku yang sudah mengaku dan merasa telah menyandang predikat sbagai “pecinta alam” untuk benar-benar mencintai, bukan hanya sekedar menikmati, bisa berguna tak cuma jadi pengguna. Mari kita jaga, lindungi dan rawat alam yang sudah sekarat ini karena ini bukan warisan nenek moyang kita, alam ini adalah titipan anak cucu kita.


“berbagi waktu dengan alam, kau akan tahu siapa dirimu yang sebenarnya, hakikat manusia (gie)”
*butet manurung, sokola rimba.



Tidak ada komentar: